Ungkapan indah dengan gaya bahasa
puitis bebas banyak ditularkan oleh penulis sufistik yang satu ini. Tak heran
banyak yang harus salah sangka dan terjerumus dalam keakutan dogmatis yang
mengarah pada penafian akan dirinya. Tapi begitulah beliau, hidup dalam masa
kekacauan politis negaranya (rasanya persis seperti negaraku sekarang). Tak
surut segala usaha untuk memperjuangkan dirinya bertemu Nya menjadi skala
prioritas. Aktif dalam organisasi untuk memprotes tirani negaranya saat itu, ia
tetap tenggelam dalam dunia ibadanya sendiri. "Bagai Rahib",
begitulah ungkapan raja mongol sewaktu hendak menyerang umat Islam dahulu.
Siang bagai singa dan malam sibuk dengan Tuhannya.
Al
Hallaj mengupas dengan bahasa apik ala sufi bagaimana otak manusia yang selalu
dihantui dengan segala aturan hanya berdasar pada prasangkanya saja. Bedanya
beliau tidak membuat aturan itu, malahan menghantui pikirannya dengan
kecintaanNya. Makna persepsi, realitas dan Maha Realitas dengan perumpamaan
laron yang asik di tengah lidah api menjadi bahan renungan mendalam.
Sekali lagi Al Hallaj akan
menuliskan sebuah perjalanan spiritualnya dalam blog ini. Mari kita simak
Seruan Sang Muadzin: ANA AL-HAQQ tentang jalan menuju kehadiratNya:
(1)
Persepsi atas dunia ciptaan tak
pernah berhubungan dengan Realitas,
dan realitas tak pernah terpaut oleh
dunia ciptaan.
Pikiran manusia adalah bentuk yang
penuh aturan, yang tak pernah
bersentuhan dengan Realitas.
Ini dikarenakan, setiap persepsi
atas Realitas hanyalah bentuk dari
pikiran manusia.
Maka banyangkan, betapa sulitnya
mempersepsikan Realitas Dari Yang Maha Realitas.
Oleh sebab itu kebenaran mengatasi
segala persepsi atas Realitas,
dan setiap persepsi atas Realitas
dengan sendirinya tak menyatakan
eksistensi Kebenaran.
(2)
Seekor laron terbang mengitari lidah
api hingga pagi tiba.
Lalu ia akan kembali kepada
pengikutnya, dan mengajak
kepada para pengikutnya, dan
mengajak mereka bicara
tentang derajat spiritualnya,
dengan bahasa yang fasih dan
mempesona
Dan ia akan memasukkan hasratnya ke
dalam bara api untuk menggapai "Kesatuan" yang sempurna.
(3)
Nyala api adalah pengetahuan sejati
tentang Realitas,
panasnya adalah
Realitas-Dari-Segala-Realitas,
dan Kesatuan dengan Nya adalah
Kebenaran dari Realitas.
(4)
Sayangnya, sang laron tak puas
dengan cahanya dan pnas api.
Maka iapun melompat masuk kedalam
api.
Padahal, pada saat yang sama, para
pengikutnya menanti
kedatangannya, menanti
pikiran-pikirannya yang jernih
dan mempesona, sejak ia tak pernah
puas
dengan "pengetahuan tak
langsung"